Mencari teman memang mudah, Pabila untuk teman suka
Mencari teman tidak mudah, Pabila untuk teman duka
Sesungguhnya nilai teman yang saling setia lebih dari saudara
Itu hanya mungkin bila di antara kita seiman seagama
Seumpama tubuh ada yang terluka, Sakitlah semuanya
Itulah teman dalam taqwa, Satu irama selamanya
Itulah teman yang setia, Dari dunia sampai surga
Bila teman untuk dunia, Itu hanya sementara
Tapi teman dunia-akhirat, Itu barulah teman
(teman, by : Rhoma Irama)
Seorang teman adalah sosok yang sangat berharga bagi kehidupan
seseorang. Kehidupan seseorang akan terwarnai dengan hadirnya seorang teman di
sisinya. Jika temannya baik, maka ia akan menjadi baik pula. Namun bila temannya
buruk, maka sudah sangat mungkin terjadi ia akan terwarnai olehnya.
Pertemanan
dalam Islam tak bergantung jabatan, harta kekayaan, dan kesempurnaan jasmaniah.
Rasul pernah ditegur Allah karena bermuka masam terhadap orang buta tapi
beriman.
Hal itu berbeda dengan realitas sosial yang terjadi belakangan ini. Sebelumnya, begitu banyak orang melakukan pendekatan, menjalin pertemanan, berbagi uang, sembako, dan sebagainya untuk mendapatkan suara. Sebentar lagi, kita menyaksikan begitu banyak orang yang mendekati dan membangun keakraban dengan mereka yang mendapat jabatan kekuasaan sebagai anggota dewan.
Rupanya, jalinan pertemanan di era kekinian seakan hanya didasarkan pada kepentingan sesaat. Jika tidak perlu, tidak membutuhkan, dan tidak penting secara duniawi, pertemanan itu tidak terjalin. Tidak ada kawan abadi, tidak ada musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Demikianlah falsafah yang banyak dipakai dalam memilih teman di masa kini.
Dalam konteks berpolitik, model koalisi yang dilakukan partai-partai politik pun tidak jauh dari kepentingan untuk berebut dan berbagi kekuasaan. Ketika sedang berkompetisi mereka saling mencela dan menjatuhkan. Namun, saat membutuhkan dan berkepentingan mereka saling mendekati dan bernegosiasi.
Rasulullah Saw telah bersabda bahwa agama seseorang bisa dilihat dari agama teman dekatnya. Itu artinya bahwa perangai, perilaku, dan tabiat seseorang dapat dilihat kepada siapakah seseorang itu bergaul. Maka hendakalah berhati-hati dalam memilih seorang teman. Karena bisa jadi suatu saat engkau akan menjerit dan menyesali keputusanmu persis sebagaimana firman Allah ;
Hal itu berbeda dengan realitas sosial yang terjadi belakangan ini. Sebelumnya, begitu banyak orang melakukan pendekatan, menjalin pertemanan, berbagi uang, sembako, dan sebagainya untuk mendapatkan suara. Sebentar lagi, kita menyaksikan begitu banyak orang yang mendekati dan membangun keakraban dengan mereka yang mendapat jabatan kekuasaan sebagai anggota dewan.
Rupanya, jalinan pertemanan di era kekinian seakan hanya didasarkan pada kepentingan sesaat. Jika tidak perlu, tidak membutuhkan, dan tidak penting secara duniawi, pertemanan itu tidak terjalin. Tidak ada kawan abadi, tidak ada musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Demikianlah falsafah yang banyak dipakai dalam memilih teman di masa kini.
Dalam konteks berpolitik, model koalisi yang dilakukan partai-partai politik pun tidak jauh dari kepentingan untuk berebut dan berbagi kekuasaan. Ketika sedang berkompetisi mereka saling mencela dan menjatuhkan. Namun, saat membutuhkan dan berkepentingan mereka saling mendekati dan bernegosiasi.
Rasulullah Saw telah bersabda bahwa agama seseorang bisa dilihat dari agama teman dekatnya. Itu artinya bahwa perangai, perilaku, dan tabiat seseorang dapat dilihat kepada siapakah seseorang itu bergaul. Maka hendakalah berhati-hati dalam memilih seorang teman. Karena bisa jadi suatu saat engkau akan menjerit dan menyesali keputusanmu persis sebagaimana firman Allah ;
“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan
si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al
Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak
mau menolong manusia.“ [Al-Furqan : 28-29]
Suatu ketika Urwah bin Zubair datang ke kebun mulik Abdul Malik bin
Marwan seorang teman karibnya. Urwah berkata kepada Abdul Malik, “Alangkah
indahnya kebun ini.” Lalu Abdul Malik menimpalinya, “Engkau lebih indah dari
kebun ini. Kebun ini berbuah hanya sekali dalam setahun. Sedangkan hikmahmu
berbuah setiap hari.”
Subhanallah, alangkah indahnya sebuah pertemanan jika di dalamnya
terdapat saling menasihati tentang iman, pentingnya mengingat mati, kepastian
hari akhir dan segala hal tentang kebenaran hakiki termasuk segala kebaikan.
Diri terasa dihibur dan juga digentarkan. Dihibur dengan cerita mengenai
ganjaran kebaikan berupa surga, dan digentarkan oleh cerita dahsyatnya siksa
neraka.
Alangkah indahnya seorang teman, yang ketika kita berbuat salah ia
menegur dan menasihati, bukan karena rasa benci, namun karena begitu cintanya
ia terhadap kita sehingga tak bosan-bosannya mengingatkan akan sebuah
kebenaran. Namun seringkali kita terlupa, termakan oleh egoisme diri, merasa
lebih baik, lebih banyak makan asam garam, sehingga menafikan sebuah kebenaran
yang sebenarnya datang dari Allah Swt dan Rasul-Nya lewat lidahnya.
Alangkah indahnya seorang teman yang mau ikut menangis bersama, ketika
melihat teman lainnya jatuh dalam kubangan nista dan dosa, merasa kasihan,
bukan kebencian hingga bergetar bibir menahan tangis dan kesedihan, terluka
jiwa yang fitrah oleh tajamnya belati hawa nafsu.
0 komentar:
Posting Komentar