Timnas u-19 telah menyuguhkan gaya bermain yang indah enak ditonton,
hampir mirip dengan yang biasa diperagakan Barcelona atau Arsenal. Umpan
satu dua sentuhan jadi ciri khas, yang diselingi dengan kemampuan
drible individual yang baik dalam melewati lawan.
Daya juang yang sangat tinggi pun ditunjukkan oleh Timnas u-19. Sering kita lihat mereka selalu berlari
hampir selama 90 menit, tanpa kenal lelah. Berlari tanpa bola untuk
sekedar mencari ruang kosong, sehingga memudahkan pemain yang memegang
bola untuk memberikan umpan. Mereka pun bermain sebagai sebuah tim
saling mendukung. Semua terlibat dalam skema penyerangan, dan bahu
membahu dalam menggalang pertahanan dengan cara mulai mempressing lawan
di daerahnya. individualistis sebagai salah satu ciri utama pemain
bintang hampir tidak terlihat dalam tim ini.
Kelebihan lain
dari Timnas u-19 adalah bertipe petarung, spartan, tidak takut cedera
dalam menghadapi setiap lawan tandingnya. Mereka bak para pahlawan
kemerdekaan, yang rela berkorban jiwa raga demi mempertahankan
kedaulatan bangsa Indonesia.
Dan yang terakhir, yang menonjol
dari Timnas u-19 ini adalah kondisi fisik yang prima untuk bermain
selama 2x45 menit. Terlihat sekali keunggulan fisik mereka dari
partai-partai uji coba yang dilakukan di timur tengah. Mereka lebih
bagus ketahanan fisiknya dibanding para pemain Oman dan UEA.
Coba bandingkan dengan timnas senior. Stamina mereka hanya cukup untuk
bermain cepat selama 20-30 menit. Bermain tanpa daya juang, malas untuk
bergerak dan merebut bola. Bermain tanpa inspirasi, tanpa skema yang
jelas baik dalam menyerang ataupun bertahan. Terkesan takut dalam
memainkan bola dan buru-buru menendang bola sejauh mungkin agar tidak
menjadi kambing hitam ketika terjadi kesalahan. Dan pastinya tidak enak
untuk ditonton, bukannya terhibur ketika menonton bola, yang ada malah
kesel bin jengkel .
Ada hal yang menarik dari pernyataan
pelatih Korea selatan ketika timnya dikalahkan oleh Timnas u-19 dalam
kualifikasi Piala Asia U-19 lalu. Saat ditanya siapa pemain terbaik
Timnas u-19 dalam pertandingan tersebut, dengan tersenyum dia menjawab :
“Setiap tim yang menang, pasti karena pelatihnya yang hebat.” Benar
juga, saya merasakan Manchester united tanpa Alex Ferguson, bak perahu
yang ditinggalkan nakhodanya, oleng dan gampang ambruk dihantam badai.
Lalu siapa sebenarnya Indra Sjafri ? bagaimana dia menciptakan tim sebagus timnas U-19?
Terus terang saya lebih kenal dengan dengan Robby Darwis dibanding
Indra Sjafri, bahkan Adolf Kabo, pemain Perseman manokwari tahun 80-an,
lebih familiar diingatan saya.
Indra merupakan mantan pemain
sepak bola yang pernah membela PSP Padang pada tahun 1980-an, dan juga
pernah menangani klub sepak bola dari ibukota provinsi Sumatera Barat
itu sebagai pelatih. Ia juga pernah bekerja sebagai pegawai kantor pos.
Sebelum namanya populer seperti sekarang ini, Indra Sjafri juga berhasil
membawa timnas junior merebut trofi juara pada turnamen sepak bola
tingkat Asia, yaitu pada HKFA U-17 dan HKFA U-19 di Hongkong. Sebelum
menjadi pelatih timnas junior, Indra bertugas sebagai instruktur dan
pemandu bakat di PSSI sejak Mei 2009. Dan akhirnya ditunjuk sebagai
pelatih timnas U-19.
Ketika Indra Sjafri ditanya kunci sukses
menemukan talenta berbakat untuk timnas U-19, ia menjelaskan, “Semua
berawal dari rasa sakit hati saya ketika masih menjadi pemain dan
berhasil masuk tim pra-pon Sumatera barat tahun 1985.” Ia punya
keyakinan dengan kualitas yang dimilikinya pantas untuk masuk timnas,
tapi ia gagal. Kegagalan yang disebabkan oleh tidak adanya pemantau
bakat dari PSSI yang datang ke daerahnya untuk melakukan seleksi.
Pengalaman pahit ini memberi semangat baru pada diri Indra Sjafri,
memberi kekuatan lebih untuk membuka kesempatan lebih luas kepada anak
bangsa agar dapat berprestasi. Kemudian kita pun tahu, Indra Sjafri
sampai rela blusukan ke daerah-daerah terpencil untuk menyeleksi
bakat-bakat daerah dan kemudian direkrut masuk ke timnya.
Indra
Sjafri adalah sosok yang optimis. Dia selalu yakin dengan kemampuan
timnya. Indra Sjafri juga selalu berbicara tentang nasionalisme. Dua hal
itulah yang ditanamkan Indra Sjafri pada anak didiknya, sehingga timnas
U-19 memiliki daya juang tinggi dan pantang menyerah serta tidak takut
melawan tim mana pun. “Semua tim bisa dilawan dan dikalahkan, kecuali
orang tua dan Tuhan.” Tutur Indra Sjafri memberikan motivasi pada
timnya.
Disiplin yang ketat ia terapkan, melarang pemainnya
tampil dalam infotainment. Tak segan ia pun berani mencoret pemain yang
indisipliner dari skuad timnas U-19. Kedisiplinan tim terlihat pada
kepatuhan timnya dalam menerapkan strategi yang instruksikan saat
berlaga.
Indra Sjafri mencoba menerapkan sains dalam mengelola
timnas. Ia dibantu oleh tim dari perguruan tinggi untuk memberi masukan
tentang program dan latihan timnas U-19. Alhasil, latihan terprogram
dengan baik. Kualitas Fisik pemain diukur dengan standar VO2 max .
Kemajuan dan perkembangan pemain terlihat jelas, karena ada indikator
yang dijadikan pegangan. Setiap pemain memiliki statistik, baik hal
passing, tackling, shooting dsb. Dan data dan statistik tersebut
dijadikan patokan dalam pemilihan pemain yang siap untuk bertanding.
Terakhir , Indra Sjafri memberikan keteladanan dalam melatih timnas
U-19. Ia tidak pernah diam ketika timnya bertanding. Ia selalu
memberikan arahan dan motivasi kepada timnya. Ia sampai rela basah kuyup
demi menemani perjuangan anak asuhnya. Ia benar-benar mengontrol dan
menyemangati timnya.
Indra Sjafri dan timnas U-19 adalah
sesuatu yang luar biasa, sebuah cahaya yang bersinar terang ditengah
kelam dan carut marutnya negeri kita. Sesuatu yang masih bisa kita
banggakan. Sesuatu yang bisa menghibur disaat kita berduka.
Marilah kita tonton dukung timnas U-19 melawan Myanmar U-19 pukul 18.30
nanti. Apapun hasilnya nanti, Semoga mereka dapat pelajaran yang
berharga untuk perkembangan mereka selanjutnya.
Garuda didadaku !!!
Garuda kebanggaanku !!!
Ku yakin hari ini pasti menang !!!
0 komentar:
Posting Komentar