RSS

Sabtu, 24 Mei 2014

KAMI TIDAK BUTUH BLACK CAMPAIGN



“Cintailah seorang pemimpin karena Allah, karena ketaatannya pada Allah, karena mewujudkan apa-apa yang diperintahkan Allah, dan mencegah semua yang dilarang Allah. Dan bencilah seorang pemimpin juga karena Allah, karena durhakanya pada Allah, karena mengabaikan apa-apa yang diperintahkan Allah, dan tidak mencegah semua yang dilarang Allah.”

Pemilihan Presiden akhirnya mengerucut pada dua pilihan. Prabowo – Hatta dan Jokowi – Jusuf Kalla. Sebagai orang awam dan kurang paham politik, saya mulai bowsing mencari data dan informasi mengenai program-program dan visi misi kedua pasangan calon pemimpin tersebut. Namun kebanyakan informasi yang saya temukan malah tentang keburukan kedua calon presiden tersebut. tentang jejak rekam kehidupan masa lalunya, dosa-dosa masa lalu, manipulasi dan sebagainya.


Jokowi kerap dituduh sebagai capres boneka. Ia juga dituduh bahwa di belakangnya bersembunyi kepentingan sejumlah konglomerat. Isu agama juga ditembakkan ke Jokowi. Dalam hal ini asal usul Jokowi dikorek. Demikian juga agenda agama sejumlah penyokongnya. Apalagi ada fakta sikap PDIP selama ini di parlemen yang cenderung tak akomodatif terhadap aspirasi umat Islam.

Sedangkan Prabowo dianggap mempertontonkan keberjarakan dirinya dengan publik. Rumahnya di atas gunung. Gaya hidupnya sangat mewah: kuda mahal, mobil mewah, helikopter. Hal itu menjadi ironis dan kontradiktif dengan manifesto dan pidato-pidatonya yang selalu bicara kemiskinan dan pemerataan ekonomi. Tidak nyambung antara yang dikatakan dengan perilaku sehari-harinya. Masa lalunya ketika menjadi Danjen Kopassus, terutama kasus penculikan, juga diungkap lagi.

Saat ini, para kandidat capres, terutama melalui tim-timnya masing-masing, sedang bekerja untuk mempresidenkan kandidatnya. Namun sayangnya, pertarungan itu lebih banyak memperlihatkan black campaign. Mereka bergerak melalui media sosial maupun media mainstream. Pada satu sisi hal itu tentu ada baiknya. Ini memberikan semacam peringatan terhadap apa yang sudah terjadi di masa lalu. Namun tampaknya warna ini terlalu dominan. Mestinya mereka lebih menonjolkan harapan ke depan. Apa visi mereka, siapa tim mereka, dan apa komitmen mereka. Bicarakan secara konkret soal-soal pertanian, energi, infrastruktur, kebijakan luar negeri, lapangan kerja, pendidikan, kesehatan, budaya, dan hal-hal prioritas lainnya. Semua diungkapkan secara terukur oleh para kandidat itu sendiri atau melalui juru bicara yang diproyeksikan akan menjadi menteri jika mereka menang. Dengan demikian, kita tak akan membeli kucing dalam karung.

Dalam sistem “one man one vote”, semua orang suaranya disamaratakan, tidak peduli ahli atau pemula. Jujur atau penipu, pesakitan atau bukan, rekam jejak, profesi, status dan sebagainya sudah tidak penting lagi. Semua sama, tidak bisa diwakilkan suaranya dan tidak memilih artinya golput.

Dengan sistem seperti itu, semua orang memiliki kualitas yang sama dalam hal suara. Yang jadi persoalan adalah masih banyaknya masyarakat yang belum benar-benar paham dan pandai dalam menggunakan hak pilihnya tersebut. Adakah survey yang mencoba menghitung berapa sebenarnya hitungan yang akurat dari masyarakat yang pandai atau benar-benar paham dalam memilih. Jika masyarakat dibuat bingung malah disesatkan oleh para tim sukses masing-masing pasangan capres apakah ini tidak akan berbahaya?

Subhanallah, akan sangat mulia jiga tim sukses tiap-tiap pasangan berkampanye secara transparan tentang visi misi mereka dalam upaya memberdayakan bangsa, memberikan pemahaman dengan benar kepada rakyat siapa dan apa mereka sebenarnya, sehingga rakyat yang tidak pahampun tidak jadi ribet atau justru salah menggunakan amanah karena ketidakpahamanannya. Mereka bisa memilih dengan benar berdasarkan nalar dan hati nurani mereka setelah mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang profil masing-masing kandidat presiden dan wakil presiden.


Bagi tim sukses atau para pemuja dan pembenci pasangan Capres/cawapres tolong dicermati firman Allah berikut ini :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. 2:216)

0 komentar:

Posting Komentar