“ Aing Pendukung
Persib
Kan ku Bela Sampai Mati
Dari Jaman Encas Tonif Sampai Jaman Akhir Nanti
Kujual Baju Celanaku Untuk Menonton Permainanmu
Lapar Teu Paduli
Nu Penting Aing Lalajo Persib “
Kan ku Bela Sampai Mati
Dari Jaman Encas Tonif Sampai Jaman Akhir Nanti
Kujual Baju Celanaku Untuk Menonton Permainanmu
Lapar Teu Paduli
Nu Penting Aing Lalajo Persib “
(Aing Pendukung Persib /Pas Band)
Setiap Persib
bertanding, stadion berubah menjadi lautan biru. Warna kebanggaan Persib ini
mendominasi setiap sudut stadion. Hampir tidak ada celah buat warna lain untuk
ikut mewarnai stadion. Dan stadion pun penuh sesak dengan kehadiran para
bobotoh dari berbagai daerah di Jawa Barat.
Keriuhan tanpa
henti menjadi hal yang mesti terjadi. bobotoh tanpa henti bernyanyi,
meneriakkan yel-yel penyemangat sepanjang pertandingan. Mereka tak kenal lelah
terus memberikan dukungan pada tim kesayangannya.
Yang menarik dari fenomena diatas
adalah fanatisme bobotoh dan dukungan total secara moril-material untuk Persib.
Para bobotoh ini
rela dan sanggup mengeluarkan banyak uang agar bisa memberi dukungan langsung pada kesebelasan favoritnya. Bahkan
sampai berkorban nyawa pun mereka mau, seperti penggalan lirik lagu pas band
diatas.
Hansen (1998) penulis sosiologi
olahraga menjelaskan fenomena ini dengan menyebutnya sebagai deindividuisasi.
Artinya, sebagian dari identitas pribadi para pendukung itu terkikis dan mereka
mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari tim favoritnya. Bobotoh akan bersorak ketika Persib menang dan
mereka akan sontak terdiam dan terpukul ketika Persib kalah. Pokokna Aing
Pendukung persib, Persib Nu Aing.
Faktor
primordial kedaerahan pun sangat berpengaruh dalam fenomena ini. Tidak “sah”
ngaku sebagai orang sunda jika tidak mendukung Persib. Maka jangan heran jika
Persib bertanding di luar kandang, selalu saja banyak bobotoh yang hadir di
stadion memberikan dukungan.
Telah lama para
bobotoh mendambakan gelar juara. Rasa haus yang begitu lama mereka rasakan
sejak tahun 1995, saat terakhir kali Persib juara liga. Hampir 2 dekade, dan
itu bukan waktu yang sebentar. Saya salut dengan bobotoh, salut atas ketiaan dan
kesabaran mereka. Tetap mendukung persib walaupun gelar juara sangat enggan datang
menghampiri.
Melihat
fakta yang ada. Persib termasuk tim yang tergolong royal dalam bursa transfer,
memiliki banyak pemain bintang, lancar dalam urusan perbayaran gaji pemain,
memiliki jutaan suporter fanatik yang loyal, memiliki nilai historis , dan
mempunyai lumbung uang dari sponsorship. Sesuatu yang sangat sulit dimiliki klub-klub lain di Indonesia, bahkan oleh
Persija, klub dari ibukota, sekali pun.
Tapi semua
fakta itu tidak ada artinya ketika setiap musimnya Persib mesti puasa gelar . Rek iraha juara Persib ?
Saya masih ingat musim 1994-1995,
skuad Persib yang akhirnya juara, dihuni oleh Pemain lokal berkarakter yang ada
pada diri Robby Darwis, Anwar Sanusi, Kekey Zakaria, Mulyana, Yusuf Bachtiar,
nandang kurnaedi, Asep Sumantri, Sutiono Lamso ditambah lagi punggawa lainnya
yang mayoritas asli putra daerah dan dipoles dengan tangan dingin Indra Thohir.
Terbalik dengan saat ini yang
setiap tahunnya rutin bongkar pasang pemain, mulai dari pemain luar berkualitas
sampai pemain top Timnas masuk dalam skuad Persib. Namun tak memberikan efek
apapun kecuali hanya bisa menghantarkan Persib ke urutan papan atas klasemen. Praktis hanya ada nama Atep dan
tantan, putra daerah yang sering masuk starting IX, itupun lebih banyak bermain
dari bangku cadangan bukan sebagai starter. Pemain lain sepert, M.Agung
Pribadi, Shahar Ginanjar, Jajang Sukmara, Rudiyana hanya bertugas untuk
menghangatkan bangku cadangan dengan porsi bermain sangat minim, istilah
kerennya jadi camat (cadangan matuh).
Hal ini lah yang dikeluhkan
banyak bobotoh. Kemana Robby darwis yang baru ? kemana Yusuf bachtiar yang baru ? kemana putra asli daerah kita ?? apa salah
jika orang pribumi bermain bagi Persib ? seburuk itukah penampilan warga
pribumi jawa barat, sampai-sampai tak dilirik oleh Persib ?
Jika bercermin pada kesuksesan
Mutiara hitam Persipura beberapa tahun terakhir, dimana mereka berani
mengorbitkan banyak pemain muda potensial asli papua ke tim utama, berkolaborasi
dengan pemain luar non papua dan mampu menggetarkan jagat sepakbola nasional. Jika Persipura saja mampu, kenapa Persib
tidak .
Jangan sampai kejadian terulang
terus, para putra daerah yang memiliki potensi dan pemain akademi junior Persib,
hilang satu persatu direkrut klub lain dan menjadi tenar di klub tersebut.
Itu jadi catatan bagi manajemen
Persib yang terlalu sibuk melihat pemain luar daerah yang memiliki nama,
dibanding putra daerah yang siap 100% memberikan segalanya yang terbaik bagi
PERSIB. Inilah yang terpenting, ini yang kurang dimiliki skuad Persib sekarang.
Kurang daya juang dan militansi untuk benar-benar 100% membela Persib, karena
sense of belonging mereka terhadap Persib sangat kecil.
Sebagai bobotoh,
saya akan selalu mendukung Persib sampai kapanpun. Persib adalah kebanggaan
kami, Persib adalah harga diri kami, dan persib adalah kecintaan kami. Rasa cinta saya pada Persib tidak akan
berkurang, meskipun harus kembali menahan dahaga gelar di musim ini. Dan rasa cinta ini pula yang akan mulai saya
ajarkan dan wariskan kepada anak-anak saya.
Maju dan Jayalah
Persibku !!!
Persib Nu Aing
!!!
Hidup Persib !!!
0 komentar:
Posting Komentar