Akhir-akhir ini kita diberikan gambaran perilaku kekanakan
yang dipertontonkan oleh PDIP dan Partai Gerindra dengan lontaran
sindiran-sindiran puisi berbalas pantun terkait pemilihan presiden yang akan
datang. Sebagai orang awam, saya maklum karena saya bodoh, mungkin tidak
mengerti hubungan apa yang sebenarnya terjadi diantara kedua partai nasionalis sehingga
hingga berlaku demikian. Atau mungkin saya terlalu naïf, karena politik memang
demikian adanya, saling sikut-saling usut-saling rebut. Tetapi saya justru
menjadi bingung, mana yang benar mana yang salah, atau tidak ada yang benar
tidak ada yang salah?
Rasa bingung saya bertambah ketika melihat para
calon presiden sibuk melobi sana sini, dari satu partai ke partai lainnya, tapi
tidak satu pun yang benar-benar melobi rakyat.
Siapa pun tahu, memilih presiden berarti
menunjuk orang, bukan lembaga kepartaian lagi. Jadi kenapa para calon presiden
itu lupa melobi rakyat Indonesia? Mereka bisa menyampaikan visi dan misi yang
jelas, visi untuk memberdayakan Indonesia yang sedang terpuruk. Mereka bisa
memperlihatkan sikap kenegarawanannya dalam mengatasi persoalan bangsa. Dan mereka
pun bisa menunjukkan kerja nyata bagi rakyat, bukan sekedar pencitraan saja.
VISI MEMBERDAYAKAN INDONESIA.
Saat ini kita butuh calon Presiden yang
memiliki visi dan misi yang jelas untuk memberdayakan bangsa dan negara ini.
Ketika Bangsa Amerika datang ke Arab untuk
menambang minyak, dengan membawa dolar melimpah siap membeli minyak dari Arab
Saudi, pemimpin Arab meminta pembayaran dilakukan dengan emas. Selanjutnya
mereka menetapkan bangsa Barat boleh menambang minyak sepanjang mendirikan
perusahaan bersama, sehingga ada kepemilikan dan transfer teknologi.
Ketika negara-negara Barat mempermainkan
harga minyak, eksportir minyak bersatu mendirikan OPEC sehingga harga minyak
tidak bisa dipermainkan. Jelas, negara Arab bukan sekedar kata karena mereka
punya minyak tetapi memiliki visi dan mengerti benar cara memperkuat diri
dengan limpahan minyak mereka.
Bagaimana Indonesia? Sebuah gunung di Papua
yang berisi tembaga, emas dan uranium justru dikeruk hingga menjadi lembah.
Kalau divisualisasikan kekayaan di Papua dulu seperti telur emas raksasa
sebesar gunung. Karena tidak punya visi yang benar, kita kehilangan kekayaan
tanpa sempat memberi kesejahteraan pada anak bangsa.
NEGARAWAN BUKAN POLITISI
Ada dua jenis pemimpin birokrasi, negarawan
atau politisi. Seorang negarawan sepenuhnya berpikir untuk kepentingan rakyat,
sedangkan politisi selalu berbicara kepentingan politik, entah tujuan pribadi
maupun kelompok atau golongan. Politisi yang jadi pemimpin cenderung
mengutamakan kepentingan politik bahkan rela mengabaikan tindakan yang berujung
kebaikan, kalau kebaikan tersebut akan memberi keuntungan bagi lawan
politiknya.
Salah satu ciri pemimpin yang negarawan.
Mereka berbuat sesuatu yang terbaik untuk rakyat tapi rela kehilangan jabatan
jika harus memilih kepentingan rakyat atau kepentingan lain.
Indonesia butuh pemimpin yang negarawan, tapi
juga tidak terlalu lugu dengan dunia politik, sehingga bisa tampil berbuat
untuk rakyat sebanyak-banyaknya dan secara nyata menggerakkan roda perubahan.
BUKAN PENCITRAAN TAPI KERJA NYATA
Ada pepatah yang bilang "Don't Judge a
book from its cover" atau intinya jangan melihat buku dari penampilan
luar, tapi lihat isinya. Prinsip yang sama ternyata juga berlaku di dunia
politik.
Ada politisi yang begitu populer sehingga
dengan mudah bisa meraih jabatan penting. Akan tetapi setelah menjabat tidak
banyak perubahan berarti yang dicapainya. Ternyata sang politisi punya segudang
perlengkapan untuk membangun pencitraan dirinya, sehingga setiap hal kecil yang
dilakukannya terlihat besar dan kelalaian besar yang dilakukannya terlihat
kecil. Ibarat buku, cover bagus judul memukau, tapi isinya kurang memuaskan.
Kami tidak membutuhkan calon Presiden seperti
itu, yang kami butuhkan adalah calon presiden yang memiliki kerja nyata dan
dedikasi tinggi bagi bangsa dan negara. Kami butuh calon presiden yang berani
dan rela membuat keputusan yang tidak populis dan berisiko menurunkan
pencitraan dirinya di mata rakyat. Kami membutuhkan calon presiden yang tegas
dan cepat tanggap dalam mengatasi persolan yang terjadi di Indonesia, bukan
calon presiden yang akan mempertimbangkan baik- buruk atau untung-rugi bagi
dirinya jika ia mengambil suatu keputusan, sehingga memperlambat penyelesaian
masalah yang terjadi.
Siapakah dirimu wahai calon Presiden? Adakah dirimu
salah satu diantara mereka yang sudah muncul sebagai calon presiden, yang sering kami lihat di
media-media.
Dimanakah dirimu wahai calon presiden? Masihkah
kau sembunyi di pertapaanmu, atukah kau sudah hadir di tengah-tengah kami,
namun kami belum menyadarinya, karena kau belum menampakkan diri.
Kami semua menunggu kehadiranmu, untuk
memimpin negara kami yang sedang terpuruk bisa kembali bangkit, dan menegakkan
kepala dengan bangga di depan negara-negara lain.
1 komentar:
Good post.
Link blog ente dipasang di blog ane Sastra Culun jeung SC Community
Posting Komentar