Ketika
ngopi di warung deket kantor, ada obrolan menarik tentang hasil qur’ah (undian)
haji dari pemda. Dari mulai siapa yang mendapat qur’ah, system qur’ahnya,
sampai dikaitkan dengan takdir segala rupa. Namun masalah takdir dan ikhtiar lah yang paling menarik minat saya.
“
Hidup mah 99 % takdir 1% ikhtiar”, kata
kang Jabar. “buktinya, saya berusaha deket sama pak walikota supaya pak
walikota inget sama saya kalo ada rezeki. Berbagai usaha telah saya coba, eh
giliran bagi-bagi rezeki (jatah ke haji), orang yang gak deket sama dia yang
kebagian… !!!”, lanjutnya,
“ Bagi saya, terbalik kang. Ikhtiar yang 99 %, takdir yang 1 %”,
Bang Qodri menimpali. “ nasib kita ditentukan oleh usaha kita, kita gak bakalan
kaya kalo kita tidak berusaha mencari kekayaan, kita gak bakalan pinter kalo
kita tidak benar-benar belajar”.
“Ah tetep, tukang becak yang tiap hari rajin ngayuh becak nyari
penumpang, tetep aja miskin…. Trus saya pernah hilang motor, padahal saya sudah
markir depan pintu rumah, trus udah digembok segala motornya, tetep aja masih
bisa diambil maling…”. Kembali kang Jabar mengungkapkan contoh dengan
berapi-api.
Mendengar
omongan kang Jabar, bang Qodri terdiam. Gak tau mikir cari alasan untuk
membantah atau mempertanyakan kebenaran pendapatnya sendiri tentang takdir.
Saya pun akhirnya ikutan juga berfikir tentang takdir dan ikhtiar ini.......
Kalau berbicara tentang takdir dan
ikhtiar manusia memang tak akan pernah habis diperdebatkan, dari mulai obrolan
di warung kopi sampai diskusi para ahli teologi dan filsafat di kampus. Maka
kemudian kita mengenal ada kaum Qodariyah dan ada pula kaum Jabariyah. Kalau
dalam konsep filsafat, kemudian kita mengenal paham fatalisme, determinisme,
dan kompatibilisme serta turunannya.
Semua perdebatan
tentang takdir, temanya seputar
pertanyaan yang sama “Apakah manusia punya free will atau kebebasan bertindak, dan apa
kaitannya dengan konsep takdir
Saya mencoba mendeskripsikan prinsip takdir, ikhtiar dan
tawakal ini dengan meminjam konsep seorang teman yaitu :
life is B --
C -- D.
life is between B and D
dimana B adalah birth (kelahiran), C adalah choice
(pilihan) dan D adalah death (kematian).
Dalam Islam, takdir ada yang mutlak dan yang bisa
berubah. Kelahiran (B) dan kematian (D) adalah contoh dari takdir yang
mutlak. Kita juga tidak bisa merubah
bahwa kita misalkan dilahirkan sebagai orang Indonesia dan dari keluarga
miskin, bukan orang Amerika dari keturunan yang kaya raya. Ini semua bersifat
‘given’, tidak bisa diubah.
Takdir yang bisa dirubah jika dikaitkan dengan “teori life
is B -- C -- D “ adalah selalu
berkaitan dengan C (choice) atau pilihan-pilihan. Pilihan yang kita pilih dalam
menjemput takdir kita, inilah yang disebut dengan ikhtiar.
Setiap detik yang kita lewati dalam kehidupan berisi
berbagai macam pilihan. Sebagai contoh, kita sedang berada di sebuah persimpangan jalan. Kita
hanya boleh dan bisa memilih
satu jalan, kita tidak pernah tahu apa yang ada di sepanjang jalan-jalan
tersebut. Sekali kita memilih salah satu jalan yang ingin kita lalui, kita
tidak bisa kembali. Setiap jalan berakhir pada ujung yang berbeda. Suka atau
tidak suka dengan ‘pemandangan’ yang ada di jalan yang kita pilih, itulah
pilihan kita. Itulah takdir kita. Yang jelas, kita dituntut memilih jalan yang
benar, jika pilihan kita salah, maka dipastikan kita akan menyesal. Nah, untuk
memilih jalan yang benar tersebut, Allah sudah memberikan petunjuk-Nya.
Seringkali kita sudah tahu dengan petunjuk tersebut, tapi kita sering
mengabaikan petunjuk tersebut.
Dan
Katakanlah (wahai Muhammad): "Kebenaran itu ialah yang datang dari Tuhan
kamu, maka sesiapa yang mahu beriman, hendaklah ia beriman dan sesiapa yang
mahu kufur ingkar, biarlah dia mengingkarinya". (Al-Kahfi ayat 29)
Karena hidup adalah berupa pilihan-pilihan, dan kita
sebagai manusia diberikan kebebasan untuk memilih (free will) maka sebagai
konsekuensinya muncul konsep hisab, sebagai pertanggung jawaban atas yang kita
pilih (kerjakan).
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal shaleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan
barangsiapa berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri, dan sekali-kali
tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hambaNya.” (QS Fushshilat ayat 46)
Kita harus memiliki
kepercayaan yang kuat terhadap apa yang sudah diputuskan oleh Allah, takdir yang kita
terima setelah kita berikhtiar adalah yang terbaik untuk kita. Tawakal harus selalu ada
di dalam diri kita, Tawakal adalah respon terbaik yang kita berikan ketika ikhtiar
terbaik sudah kita laksanakan. Kita serahkan hasil akhirnya (takdir) kepada
Allah. Tawakal
itu adalah: do the best, and let Allah
decide the rest and give the best result.
Terakhir,
kita diajarkan dalam menerima takdir yang ditentukan oleh Allah harus dengan
syukur dan sabar. Karena apapun yang
ditentukan Allah untuk kita, itulah yang terbaik bagi kita.
Wallahu a’lam
bishawab
0 komentar:
Posting Komentar