Ketika membaca sebuah berita
tentang lolosnya Aceng Fikri ke Senayan hasil pemilu 2014, saya sedikit kaget
dan termenung. Kok bisa ya orang seperti Aceng fikri mendapat kepercayaan dari
masyarakat dan lolos ke senayan sebagai wakil DPD dari Jabar. Apa ada yang
salah dengan masyarakat kita? Hingga mereka lebih rela memilih Aceng Fikri
sebagai wakil mereka di senayan dibanding tokoh-tokoh Jawa Barat lainnya.
Untuk memahami fenomena ini, Saya
coba flashback ke kasus yang pernah menimpa Aceng dulu. Aceng dimakjulkan dari jabatannya sebagai
bupati Garut karena dianggap telah melakukan pelanggaran etika dan sumpah
jabatan. Sebagai seorang pemimpin publik dia dianggap tidak memberi tauladan
yang baik. Aceng melakukan nikah sirri dengan gadis 18 tahun, dan dalam waktu
yang cukup singkat, 4 hari, langsung menceraikan lagi via SMS, dengan alasan
yang tidak bisa diterima, konon gara-gara sang istri sudah tidak perawan lagi.
Atas kesalahan yang dibuatnya,
kalau pun itu dianggap sebagai sebuah kesalahan, Aceng telah dihukum,
dimakjulkan dari jabatannya dan mendapat stigma buruk dari masyarakat, terutama
dari kaum ibu dan feminis. Seharusnya kasus selesai sampai disitu. Kebenaran telah
ditegakkan, yang salah telah mendapat hukuman dan ganjaran.
Setelah kasus yang menimpa
dirinya, dengan keberanian dan tanpa pemberitaan dan kampanye yang heboh, Aceng
ikut serta dalam pemilu 2014 sebagai calon DPD daerah pemilihan Jawa Barat. Terus
terang, saya pun baru tahu Aceng ikut nyaleg ketika saya lihat dia ada di
daftar DPD di TPS.
Publik pun sekali lagi dibikin
heboh dan terhenyak oleh Aceng. Tanpa disangka dan diprediksi banyak pihak
pihak dia lolos ke senayan dengan perolehan suara tiga besar setelah Oni SOS
dan Eni sumarni. Para haters Aceng kembali bersuara dengan nada minor
menanggapi kemenangan Aceng ini. Mereka menyalahkan sistem pemilu di negara
kita yang bisa meloloskan orang yang mereka anggap sebagai penjahat (pelaku
pelecehan) seksual. Bahkan sampai ide ekstrim pun muncul, membuat partai
feminis di pemilu yang akan datang, untuk menangkal dan mengantisipasi kejadian
lolosnya orang seperti Aceng ke senayan terulang kembali.
Namun banyak juga kalangan yang
membela dan mendukung Aceng. Ini yang menarik dan menambah hot fenomena Aceng.
saya mencoba
mengambil kesimpulan dari fenomena Aceng ini, dengan menggunakan pendekatan
yang sederhana dan teori yang sederhana juga.
Pertama, Aceng saya anggap
bersalah dalam kasus pernikahan sirrinya, dia telah dihukum, dan dia telah
menerima hukuman tersebut tanpa perlawan berarti. Kesalahan masa lalu Aceng
seharusnya jadi masa lalu saja, karena sudah selesai. Tidak usah kita kaitkan lagi dengan kondisi sekarang. Jika sikap
kita masih seperti itu, berarti kita belum bisa memaafkan orang yang telah
menebus kesalahannya. Bukankah lebih bijak untuk memberikan
kesempatan kedua kepada orang untuk bisa memperbaiki kesalahannya.
Kedua, Kemenangan Aceng adalah
tetap sebuah kemenangan. Harus kita anggap sebagai kenyataan atau realitas yang
kita terima, suka atau tidak suka. Aceng telah menjadi wakil Jabar untuk DPD.
Aceng masih tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat Jabar. Kita do’akan saja
semoga Aceng tidak terperosok dua kali ke lubang yang sama, karena hanya
keledai bodoh lah yang berlaku seperti itu.
Mungkin firman Allah bisa menjadi
bahan renungan dalam mencerna fenomena Aceng ini :
“Sesuatu
yang kalian benci, mungkin baik bagi kalian , dan sesuatu yang kalian sukai,
mungkin buruk bagi kalian.Alloh Maha Mengetahui, sedangkan kalian tidak tahu
apa-apa” (Q.s.Al Baqoroh : 216)
0 komentar:
Posting Komentar