“Pada
akhir zaman, manusia akan mencintai lima perkara seraya melupakan lima perkara.
Yaitu cinta dunia melupakan akhirat, cinta kehidupan melupakan kematian, cinta
istana melupakan astana, cinta penghasilan melupakan perhitungan, cinta
mahluk,melupakan Kholiq.” (hadits)
Sebuah Status teman di Facebook
ini sangat menarik perhatian saya, sebuah keberuntungan bagi saya, ketika rasa
ingin tahu saya tergugah. Nalar saya coba mencerna maksud hadits tersebut,
ternyata ada dua hal yang menarik, pertama prediksi tentang kondisi akhir
zaman, dan kedua, pembandingan antara dua kutub yang berlawanan yaitu kecintaan
terhadap materi dan lupa terhadap immateri
Yang jadi pertanyaan mendasar
adalah : apakah itu sudah terjadi pada saat ini ? dan apa penyebabnya ?
Marilah kita lihat kondisi jaman kita sekarang. Bangsa Indonesia disuguhi gambaran buram, dan tanpa sedikitpun dapat memberikan optimisme. ketika melihat segala lapisan tokoh publik, melakukan “moral hazard” (kejahatan moral). Para tokoh, pimpinan partai, dan penyelenggara negara tak satupun menunjukkan komitmen pada moralitas. Tidak ada yang bisa menjadi suri tauladan.
Marilah kita lihat kondisi jaman kita sekarang. Bangsa Indonesia disuguhi gambaran buram, dan tanpa sedikitpun dapat memberikan optimisme. ketika melihat segala lapisan tokoh publik, melakukan “moral hazard” (kejahatan moral). Para tokoh, pimpinan partai, dan penyelenggara negara tak satupun menunjukkan komitmen pada moralitas. Tidak ada yang bisa menjadi suri tauladan.
Korupsi yang
sudah sistemik, hanyalah salah satu puncak gunung es. Korupsi yang dijalankan
para tokoh, pimpinan partai, dan penyelenggara, hanyalah salah satu indikator,
bahwa elite di negara ini, sudah mengidap penyakit “klaptokrasi” (maling).
Sekalipun bangsa
Indonesia mayoritas beragama. Nilai-nilai agama yang mulia tidak mempengaruhi
hidup mereka. Tidak ada atsarnya (bekasnya) di dalam kehidupan mereka.
Mayoritas para tokoh, pimpinan partai, dan penyelenggara negara, tidak
sedikitpun percaya tentang kehidupan akhirat, dan tentang adanya hari
pembalasan (yaumul hisab).
Mereka berlomba-lomba
dalam ta’awanu ‘alal ismi wal ‘udwan (tolong-menolong berbuat maksiat dan
kejahatan), bukan ta’awanu alal birri wat taqwa (tolong menolong dalam
kebaikan). Ittijah atau orientasi mereka semata-mata hanyalah mencari
kenikmatan kehidupan dunia. Berlomba-lomba mengejar materi dengan segala cara.
Menghalalkan segala cara. Tidak ada yang menjadikan agama sebagai sandaran
hidup mereka. Sehingga, tidak ada batas tentang halal dan haram. Semua
menjadi halal.
Tidak heran
berbagai penyimpangan terus berlangsung. Karena mereka sudah tidak lagi
memiliki restriksi (hambatan) dalam hidup mereka.
Hadits diatas
memberikan gambaran bahwa semua kerusakan yang terjadi karena lebih
mengutamakan kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi dan melupakan
hal-hal yang immateri. Faham seperti ini dalam konteks ilmiah disebut dengan
materialisme.
Materialisme dalam pengertiannya yang sederhana
adalah suatu paham yang memandang dunia materi sebagai kehidupan yang
realistis, sebaliknya alam ukhrawi merupakan kehidupan maya, khayalan dan
tidak realistis. Dalam buku Islam At The Crossroad dijelaskan bahwa
materialisme adalah penyembahan terhadap kemajuan materi dan kepercayaan bahwa
dalam hidup ini tiada tujuan lain selain membuat hidup semakin lebih mudah dan
tidak tergantung dari alam.
Dari
segi budaya, materialisme menciptakan manusia-manusia yang moralnya terbatas pada
masalah kebutuhan praktis belaka, yang ukuran kebaikan dan kejahatan
tertingginya adalah keberhasilan materi. Perilaku-perilaku konsumtif, hedonis,
dan prestise merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya materialisme ini.
Pola pikir sebagaimana dikemukakan di atas, pada
dasarnya suatu hal yang natural bagi manusia. Karena untuk bertahan hidup (surivive),
manusia harus memenuhi kebutuhan fisiknya. Namun akan menjadi ”penyakit” yang
sangat berbahaya jika manusia terlalu mendewakan materi dalam meningkatkan
taraf hidup duniawinya.
Dengan melihat realitas kehidupan masyarakat
kita, disadari atau tidak, materialisme telah mempengaruhi pola pikir dan
perilaku masyarakat kita. Budaya konsumerisme misalnya, yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari materialisme. Konsumerisme adalah budaya pemenuhan segala
keinginan diri bukan atas dasar kebutuhan tapi atas dasar gengsi atau
yang lainnya. Budaya ini menghargai orang bukan karena ilmu dan perilakunya
tapi karena banyaknya uang yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi. Semakin banyak
dan prestitius barang yang dibeli seseorang, semakin akan dihargai.
Supaya mendapatkan penghargaan, orang rela membeli barang-barang yang
sebetulnya tidak terlalu diperlukan atau di luar kemampuannya. Tak heran jika korupsi pun
merajalela.
Materialisme jelas-jelas berbahaya. Sebagai
seorang muslim, kita wajib menghindarinya agar tercapai kebahagian hidup.
”Kebahagian” adalah kepuasan dan ketentraman lahir-batin, fisik-spiritual dan
dunia-akhirat, bukan ”kesenangan” yang hanya mengandalkan kepuasan duniawi
semata. Jika direnungkan secara luas dan mendalam, nilai-nilai Islam seperti
iman, ihsan, ikhlas, tawakkal, qona’ah, syukur dan sabar, benar-benar akan menjadi ”obat mujarab” untuk menangkal
bahaya laten materialisme yang semakin merajalela.
Sebagai bahan renungan saya ingin mengutip
firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 77:
”Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
Dan
juga sabda Rasulullah saw : ”Yang terbaik di antara kalian bukanlah orang yang
beramal untuk dunianya tanpa akhiratnya. Juga bukan orang yang beramal untuk
akhiratnya saja dan meninggalkan dunianya. Tetapi yang terbaik di antara
kalian adalah orang yang beramal untuk keduanya”.
Semoga
kita terhindar dan tidak termasuk golongan orang-orang yang mencitai yang lima
dan melupakan yang lima. Amin ....
0 komentar:
Posting Komentar